Menunggu
Aku masih di sini,
terpancang di hutan belantara kehidupan.
Mengaum dan berteriak di antara semak belukar duka.
Berpijak dengan satu kaki berada di lumpur rawa neraka.
Bertanya berkali pada angin dingin berbau dupa.
Apakah hari esok lupa bersapa?
Aku masih di sini,
membawa dada dan rongga dalam balut nestapa.
Membentangkan tangan seiring doa sumbang tak bernada.
Apa gunanya ini tatkala hujan masih tetap sama?
Membasuh luka namun selalu meninggalkan sisa.
terpancang di hutan belantara kehidupan.
Mengaum dan berteriak di antara semak belukar duka.
Berpijak dengan satu kaki berada di lumpur rawa neraka.
Bertanya berkali pada angin dingin berbau dupa.
Apakah hari esok lupa bersapa?
Aku masih di sini,
membawa dada dan rongga dalam balut nestapa.
Membentangkan tangan seiring doa sumbang tak bernada.
Apa gunanya ini tatkala hujan masih tetap sama?
Membasuh luka namun selalu meninggalkan sisa.
Aku masih di sini,
mempertanyakan hal-hal yang mungkin tak biasa.
Tentang hidup, tentang diri, tentang banyak peristiwa.
Bukan, bukan untuk menguburmu sedalam selaksa.
Hanya saja, ruwatan takdir begitu mengguncang sukma.
Aku masih di sini,
bersama senja untuk melupakan warna.
Mengharapkan duri yang tertancap sirna.
Mungkin bisa, ketika langit sudah tak lagi berkuasa.
Jika begitu, apakah aku masih tetap mengada?
Aku masih di sini,
tertatih membawa harapan walau tak seindah bianglala.
Barangkali setitik nuansanya akan memeta diri.
Merajuk mimpi untuk kembali.
Lalu, entah esok atau seminggu lagi, engkau datang tanpa permisi.
Membaur asa menjadi rasa.
Maka, aku akan terima.
-a
Tidak ada komentar: