Hidup Tanpa Ekspektasi
Ketika kita berada dalam lingkaran interaktif adakalanya ekpektasi kita membumbung tinggi tak terkendali.
Baru saja kenalan misalnya langsung menyimpulkan orang ini pastinya begini begitu, mungkin menilai dari penampilannya, dari bahasa tubuhnya, dari cara dia tersenyum atau lainnya.
Yang kita lakukan itu adalah kita sedang meng-scanning seorang manusia yang notabene bukan benda atau barang yang langsung bisa dinilai saklek saat itu juga.
Manusia itu kompleks.
Manusia terdiri dari komponen kasar dan halus, abstrak dan konkret, alamiah dan batiniah. Tidak bisa disimpulkan dengan satu atau dua kata.
Dan, sebuah fakta yang tak disadari adalah bahwa ekspektasi dapat membunuh kita. Membunuh kebaikan dan ketulusan.
Sekalipun, ekspektasi yang kita lakukan adalah mengenai kejadian-kejadian atau tentang sebuah peristiwa.
Bisakah hidup tanpa ekspektasi? Apakah ekspektasi bisa ditiadakan?
Ekspektasi adalah prasangka atau kesimpulan yang dibuat di bab pertama dan sering hal ini berupa sesuatu yang negatif atau buruk. Dan ini merupakan energi yang akan ada jika kita pelihara keberadaannya.
Sedangkan energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Ia hanya dapat berubah. Pun, ekspektasi adalah energi, ia tidak bisa dimusnahkan tapi dapat diubah.
Ubahlah ekspektasi dengan pemikiran yang positif atau sama sekali tidak berpikir apapun alias netral.
Serta dengan meyakini bahwa kita tidak mempunyai hak sedikit pun untuk menilai orang lain atau situasi tanpa pengetahuan dasar dan lebih atas orang atau situasi tersebut.
Keyakinan seperti itu serta pemahaman bahwa manusia layak diperlakukan dengan bijak dan bajik akan membuat kita dapat mengubah kebiasaan ekspektasi negatif menjadi rasa kasih sayang.
Memang, itu tidak mudah, mengubah kebiasaan yang sudah mendarah daging (apalagi) tidak semudah membalikan telapak tangan. Namun, sangat layak untuk dicoba karena nilaimu, maknamu akan dirimu dapat dilihat dari caramu mengubah batu menjadi mutiara yang ada di dalam dirimu.
Selamat hari Raya.
-a
Tidak ada komentar: