Let's Read: Karena Membaca Itu Penghilang Duka
Seorang bijak mengatakan bahwa membaca adalah membuka jendela dunia.
Selayaknya jendela kita dapat mengintip dan melihat apa yang terjadi di luar hanya dengan selangkah atau dua langkah menuju jendela rumah kita. Dunia kita.
Di sana kita akan mendapati tidak hanya sepenggal dari banyak perjalanan dan kehidupan namun kita pun dapat menjadi bagian di dalamnya. Berpetualang dan menjadi siapa sebenarnya kita.
Sebuah Kisah
Saya masih beranjak remaja kala sebuah peristiwa pilu menghantam kehidupan kami. Sebuah peristiwa yang pasti untuk semua anak menjadi peristiwa yang membuat trauma.
Kami kehilangan kedua orang tua.
Kejadian itu begitu cepat dan seperti mustahil bahwa saya akan mengalami. Tetapi apa daya sebagai manusia jika Yang Memiliki Segala berkehendak lain.
Pada saat itulah saya menemukan keasyikan membaca. Kesukaan sejak kecil terhadap buku rupanya mendapatkan makna terdalamnya, saya seperti menemukan puing-puing kekuatan yang telah berkeping.
Membaca menjadi semacam pelarian di tengah-tengah duka.
Buku yang menjadi perhatian saya saat itu adalah buku-buku yang (menurut saya) bisa "menolong" untuk mendapatkan jawaban dari semua bencana yang datang. Teologi, filsafat, sejarah, biografi, dan kisah-kisah petualangan.
Dan semuanya telah membuka cakrawala di depan mata, tentang hidup yang tidak selalu indah, tentang kisah yang tidak selalu sempurna, dan tentang manusia yang rapuh sekaligus teguh.
Dengan seiring waktu, tanpa saya sadari sepenuhnya, membaca ternyata mampu menumbuhkan rasa bahagia di dalam dada dan menjadi pelipur lara.
Hubungan Membaca dan Rasa Bahagia
Jika waktu ditarik jauh kebelakang, buku sebagai metode penyembuhan telah dimulai pada zaman Yunani Kuno. Ketika itu di Thebes, salah satu kota kuno di Yunani, tepat di atas perpustakaan di kota itu terdapat sebuah patung orang yang sedang bosan dengan manuskrip di bawahnya bertuliskan "The Healing Place of The Soul", tempat untuk penyembuhan jiwa.
Siapa lagi kalau bukan Plato sebagai penggagas mengenai membaca adalah terapi. Dia menyarankan bahwa anak-anak harus diperdengarkan sebuah cerita atau kisah yang telah diseleksi lebih dahulu, karena cerita atau kisah apa yang diperdengarkan akan mempengaruhi cara berpikir dan etika seorang anak ketika dewasa kelak.
Pemikiran Plato ini dikembangkan Rush dan Galt pada abad 19. Dan pada perang dunia pertama biblioterapi menjadi popular. Metode ini digunakan untuk memulihkan kondisi psikis para tentara korban perang.
Apa yang menjadi perhatian sampai-sampai biblioterapi ini bisa menjadi metode penyembuh?
Karena lewat aktivitas membaca kita dapat mengenali diri sendiri. Dapat memahami masalah yang kita hadapi. Dengan kita menginterpretasikan dan menerjemahkan kata, simbol, dan rasa dari seorang penulis yang karyanya kita baca, kita menjadi peka terhadap sekitar.
Dan tatkala kita lebih peka dan peduli akan sekitar maka tanpa disadari akan membuat kita lebih memaknai nilai hidup yang kita jalani. Bahwa semua hal yang terjadi semata-mata adalah proses untuk menjadi lebih baik, dalam makna yang luas.
Sebab terkadang batu permata yang indah pun perlu disepuh untuk menghasilkan batu yang lebih cemerlang. Begitu pula manusia.
Konsep bahagia pada akhirnya bukan hanya semata-mata sesuatu yang bersifat kuantitatif, namun seringkali ia adalah sebuah rasa sejuk yang merayap dan meresap ketika kita memahami sebuah makna.
Let's Read untuk Hidup Lebih Baik
Saat ini, membaca tidak sekuno zaman Plato atau zaman ketika saya masih kecil. Hari ini cara untuk meraih buku bacaan begitu beragam dan dimudahkan.
Misanya, melalui aplikasi membaca online.
Saya, dengan bangga menyatakan bahwa sudah terbebas dari buku bacaan fisik. Bukan olo-olo atau apa. Tapi menurut prinsip saya, jika kita bisa dan itu lebih baik kenapa tidak dilakukan!
Aplikasi baca online saya pilih karena kepraktisannya, kemudahannya, kehematannya, dan kepeduliannya. Praktis karena tidak repot bawa-bawa segunung buku fisik (jikalau pindah kosan). Mudah karena tinggal baca online. Hemat karena tidak mesti selalu beli alias bisa gratis. Dan peduli karena tidak perlu menebang pepohonan.
Salah satunya adalah aplikasi Let's Read yang diunduh melalui gawai.
Isinya memang untuk anak-anak tapi dibaca orang dewasa pun tak masalah. Saya suka juga baca. Kenapa? Karena ada pilihan bahasa Sundanya (dan banyak bahasa lainnya) dengan ilustrasi yang lucuk dan menggemaskan. Favorit saya adalah "Teteh Ompong" 😂
Biasanya saya baca keras-keras, semacam nostalgia dan salah satu upaya untuk mengingat tata bahasa Sunda yang sudah gagap ini. Seru rasanya.
Seperti pendapat Plato, bahwa membaca adalah dapat mencetak perspektif dan pola pikir sekaligus penyembuh jiwa yang pada akhirnya dapat membuat lebih bahagia. Jadi, mari biasakan membaca!
Aplikasi Let's Read dapat diunduh secara gratis dan bisa dibaca online atau diunduh untuk dibaca offline.
-a
Sumber:
https://pelosokdesa.wordpress.com/2010/03/04/biblioterapi-kekuatan-penyembuhan-lewat-buku/
Membaca menjadi kegiatan membuat hati nyaman sekaligus healing ya
BalasHapusIt is true..
Hapus